*AYAH SMART MENCARI NAFKAH*
Igoe Chaniago
_*Founder Fatherhood Community_
Ketika saya diundang mengisi parenting di sekolah, di masjid, di hotel. Mayoritas yang hadir adalah emak-emak setrong. Bahkan ketika saya mengundang guru saya dari Jakarta untuk mengisi seminar parenting keayahan di sebuah hotel, yaitu Ustadz Bendri Jaisyurohman penulis buku FATHERMAN yang bukunya laris manis. Tetap saja mayoritas yang hadir kaum hawa, hanya beberapa gelintir ayah hebat yang mau ikut belajar tentang parenting.
Padahal, tanggung jawab dalam pendidikan terletak pada ayah. Kewajiban seorang ayah sebenarnya bukanlah mencari nafkah, tapi mendidik anak. Kesibukan dalam mencari nafkah telah membuat para ayah tak punya kesempatan dalam mendidik anak-anak.
Sehingga yang terjadi para ayah meletakan tanggung jawab pendidikan itu di tangan ibu, tanpa terlibat dalam pengasuhan, ayah hanyalah mesin ATM untuk mencari nafkah.
Dan akan menjadi bertambah rumit, jika si ibu adalah wanita karir atau pengusaha yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga urusan pendidikan anak diserahkan kepada sekolah. Jika sekolah gagal mendidik anaknya, orang tua marah kepada sekolah karena merasa sudah bayar sekolah. Padahal tanggung jawab pendidikan itu bukan pada pihak sekolah.
Justru gara-gara ayah sibuk mencari nafkah, yang pertama kali kita korbankan adalah keluarga dan anak-anak kita. Karena di negara fatherless country ini, banyak permasalahan pendidikan yang terjadi karena tiadanya peran ayah dalam pengasuhan. Padahal ketika anak bermasalah, yang dimintai pertanggung jawaban oleh Allah bukanlah sekolahnya atau ibunya, tapi ayahnya.
Ketika seorang lelaki melamar untuk meminta anak perempuan dari bapak mertuanya, maka itu artinya dia sudah siap menggantikan bapak mertuanya sebagai penanggung jawabnya. Ketika istri dan anak anak berbuat salah, maka kepala keluarganyalah yang akan diminta pertanggung jawaban. Sebagaimana firman Allah :
_Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[at-Tahrîm 6]_
Masa depan anak-anak kita, tergantung dari pendidikan yang kita berikan. Karena dari pendidikanlah bermula sebuah peradaban. Ketika ayah lebih mengutamakan mencari nafkah daripada mendidik anaknya, akan lahir generasi yang terlambat aqil balighnya. Sehingga anak-anak menjadi pemicu kebiadaban, dan rusaklah peradaban.
Dalam mendidik anak, yang dibutuhkan itu sebenarnya bukan kemapanan, tapi perjuangan. Seorang anak yang dididik dengan kemapanan, justru mereka menjadi generasi yang lemah. Sebagaimana munculnya generasi strawberry yang lahir karena orang tua terlalu memanjakan anaknya. Semua permintaan anak dituruti, diberi fasilitas untuk kenyamanan mereka. Karena orang tua tidak ingin melihat anaknya hidup susah.
Tetapi dengan semua kemapanan ini, justru akan melahirkan generasi yang mudah menyerah dalam kehidupan, tidak mau berjuang ketika ujian menghadang. Karena sejatinya dalam kehidupan ini kita pasti akan terus diuji dan digoncangkan.
Salah satu orang terkaya di dunia, Sir Richard Branson yang mempunyai perusahaan maskapai international, ketika dia berpergian keliling dunia dengan jet pribadi, anak-anaknya yang sudah dewasa tetap disuruh naik pesawat ekonomi. Agar mereka tidak terbiasa dengan kemewahan dan merasakan perjuangan hidup.
Roda kehidupan ini terus berputar. Kadang kita di posisi atas, kadang kita di posisi bawah. Tidak ada yang berani jamin kehidupan kita selalu stabil. Mudah bagi Allah mengambil semua titipannya, entah dengan tiba-tiba kita di PHK, entah usaha kita omzetnya menurun, atau Allah habiskan dalam sekejap dengan musibah bencana alam. Jika kita terlalu memanjakan anak dengan kemapanan, maka kelak mereka menjadi tidak tahan banting dengan ujian kehidupan ini.
Saya punya saudara sepupu, yang dulunya kaya raya, rumahnya mewah, mobil sering gonta ganti, tiap akhir pekan selalu liburan, beli barang selalu merk yang branded.
Tapi karena efek hutang riba dan diperangi Allah, usahanya gulung tikar, karyawan yang dulunya ratusan, sekarang tiada sisa seorang karyawan pun, semua asset disita bank, meski semua asset habis tak bersisa, dia masih meninggalkan hutang dimana-mana. Dan harus memulai usaha dari nol lagi.
Namun anaknya yang terbiasa dengan kemapanan dan tidak siap ketika orang tuanya jatuh miskin, lebih memilih hidup bersama kekasihnya yang mapan meski beda agama, hingga dia murtad dan memutuskan hubungan kekeluargaan dengan orang tuanya hingga loss contact.
Wahai ayah, kita bekerja sebenarnya untuk siapa? Jika memang untuk keluarga, maka rubahlah mindset kita, bahwa mendidik anak itu kewajiban kepala rumah tangga *NOMOR SATU!*
_*Gabung bersama kami di Fatherhood Community dengan klik tautan berikut :_
• https//chat.whatsapp.com/E3jZDcRWwiz8fNmbGzISSZ
#FatherhoodCommunity
#AyahPendidikPeradaban
#HomeBasedEducation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar